Beranda | Artikel
Penerapan Pemberian Al-Muallafatu Qulûbuhum Pada Zaman Ini
Rabu, 26 Oktober 2016

PENERAPAN PEMBERIAN AL-MUALLAFATU QULUBUHUM PADA ZAMAN INI

Oleh
DR. Abdullah Manshur al-Ghufaili

Dalam pembahasan ini ada beberapa permasalahan:

PERMASALAHAN PERTAMA
Memberikan orang kafir bagian zakat yang diambilkan dari bagian pos al-muallafatu qulûbuhum agar orang kafir iu mara bahaya yang mengancam kaum Muslimin.

Diawal sudah dijelaskan tentang disyariatkan memberikan bagian dari zakat untuk orang kafir yang diambilkan dari bagian al-muallafatu qulûbuhum. Ini merupakan perkataan Ulama dari kalangan Mâlikiyah dan dianggap sebagai mazhab oleh Ulama dari kalangan Hanâbilah. Namun terkait pemberian sebagian zakat kepada orang kafir yang diharapkan berkenan menghalau bahaya yang mengancam kaum Muslimin, ini tidak ada nash dari para Ulama. Misalnya, karena orang kafir tersebut memiliki kedudukan, kekuatan atau yang semisalnya, sementara kondisi kaum Muslimin saat itu lemah atau tidak mampu menghalau bahaya yang mengancam mereka. Ulama Hanabilah menyebutkan bahwa orang kafir hanya diberi dalam dua keadaan:

  1. Orang kafir yang diharapkan mau memeluk Islam, maka dia diberikan zakat untuk membuatnya lebih tertarik dengan Islam.
  2. Orang kafir yang ditakuti keburukannya atau kejahatannya. Orang ini diberikan zakat dengan tujuan menangkal keburukan atau kejahatannya terhadap kaum Muslimin, sebagaimana penjelasan Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhuma firman Allâh Azza wa Jalla tentang al-muallafatu qulûbuhum. Beliau Radhiyallahu anhuma mengatakan, “Mereka dulu adalah kaum yang mendatangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan telah memeluk Islam. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kepada mereka sebagian dari zakat. Jika mereka diberikan zakat mereka berkata, “Ini agama yang bagus.” Jika mereka tidak diberi, mereka akan mencela dan meninggalkan Islâ[1]

Dari uraian diatas jelas bagi kita bahwa orang kafir yang diberikan zakat agar dia berkenan menghalau bahaya yang mengancam kaum Muslimin itu tidak termasuk dalam golongan al-muallafatu qulûbuhum yang telah disebutkan oleh para Ulama ahli fiqih terdahulu. Imam Syaukanilah yang memasukkan mereka kedalam golongan al-muallafatu qulûbuhum walaupun mereka kafir.[2] Penulis juga sependapat dengan imam Syaukani rahimahullah tentang bolehnya memberi mereka bagian zakat dari pos al-muallafatu qulûbuhum. Kesimpulan ini berdasarkan sebab-sebab berikut:

  • Mereka ini mirip atau semisal dengan orang kafir yang telah disebutkan oleh para Ulama ahli fikih terdahulu, yaitu orang kafir yang diberi bagian zakat agar dia tidak berbuat buruk atau jahat terhadap kaum Muslimin, jika keburukannya mengancam Islam dan kaum Muslimin. Jadi pertolongan terhadap kaum Muslimin bisa dilakukan dengan menangkal bahaya yang bersumber al-mu’allaf (orang yang ingin dilunakkan hatinya) itu ataupun bahaya yang bersumber dari selain al-mu’allaf.
  • Kemaslahatan yang terealisasi dengan ta’lîf (mendekati atau melunakkan) hati orang kafir yang dimintai tolong (untuk menangkal bahaya yang mengancam kaum Muslimin) tidak kalah penting dibandingkan dengan maslahat yang terealisasi dengan menta’lîf ( mendekati atau melunakkan) hati orang kafir yang jahat agar tidak berbuat buruk atau jahat terhadap kaum Muslimin.
  • Keumuman firman Allâh tentang al-mu’allafatu qulûbuhum dalam surat at-Taubah ayat ke-60
  • Terkadang, pemberian zakat tersebut bisa menjadi sebab orang-orang kafir yang membatu kaum Muslimin itu memeluk agama Islam, padahal kita telah mengetahui bahwa para Ulama fiqih telah menyebutkan tentang disyariatkannya menyalurkan zakat kepada orang kafir yang diharapkan dia akan memeluk Islam

PERMASALAHAN KEDUA
Menggunakan sebagian zakat yang merupakan bagian dari golongan a-lmuallafatu qulûbuhum untuk membangun lembaga-lembaga yang mengayomi orang-orang yang baru masuk Islam.

Didepan sudah disebutkan tentang siapa saja yang masuk dalam kategori al-muallafatu qulûbuhum. Diantara yang telah disebutkan adalah kaum Muslimin yang diharapkan hati dan keimanan mereka semakin teguh dan kuat, Ini merupakan pendapat mayoritas Ulama[3],  karena banyak dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang menunjukkan hal tersebut

Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan bagian zakat pada al-muallafatu qulûbuhum dalam banyak peristiwa. Yang paling tampak, orang-orang yang masuk kategori al-muallafatu qulûbuhum adalah mereka yang baru memeluk agama Islam. Mereka ini termasuk orang-orang yang diharapkan hati dan keimanan mereka semakin teguh di atas Islam. Ini berdasarkan kesepakatan para Ulama ahli fikih yang mengatakan bahwa hukum al-muallafatu qulûbuhum tidak mansukh. Mereka sepakat memberikan kelompok ini bagian zakat yang diambilkan dari pos al-muallafatu qulûbuhum. Mungkin penyebab kesepakatan itu adalah keberadaan mereka sebagai kaum Muslimin dan mereka perlu pendekatan (ta’lîf) hati agar mereka semakin teguh di atas Islam. Dengan ini, mereka akan terselamatkan dari neraka. Juga menta’lîf hati termasuk dalam perbuatan membela dan menolong Islam dengan memperkuat para pemeluknya.

Dari uraian di atas, kita mengetahui betapa pentingnya mengadakan atau membangun lembaga-lembaga yang mengayomi dan memperhatikan orang-orang yang baru masuk Islam. Karena didalamnya terdapat banyak maslahat yang bersifat keagamaan, bagi individu-individu juga masyarakat. Didalamnya juga terdapat unsur membangun kekuatan dan membela kaum Muslimin, terlebih ditengah berbagai usaha yang dilakukan para musuh Islam untuk memalingkan kaum Muslimin yang baru memeluk Islam dengan menghembuskan berbagai hal untuk membuat mereka ragu terhadap hakikat Islam. Disamping membuat ragu, mereka juga memberikan stimulus terkadang ancaman. Ini semua bisa menyebabkan sebagian muallaf (orang yang baru memeluk Islam) kembali ke agama lama mereka, karena iman mereka lemah, yang peduli dan membantu sedikit sementara yang merongrong sangat kuat.

Oleh karena itu, kita sangat perlu sekali memperhatikan masalah ini dan melakukan berbagai usaha bersama yang memiliki kekuatan, teratur dan terus mengikuti perkembangan. Berdasarkan fakta ini, para Ulama ahli fikih kontemporer telah membahas masalah bolehnya menggunakan sebagian dana zakat yang diambil dari pos al-muallafatu qulûbuhum untuk membangun lembaga-lembaga yang mengayomi dan memperhatikan para muallaf. Ini merupakan pendapat mayoritas Ulama kontemporer. Dalam ketetapan nadwah (simposium) ketiga tentang permasalahan zakat kontemporer, dalam poin penjelasan tentang sektor-sektor yang perlu diberi bagian zakat dari pos al-mu’allafatu qulûbuhum. Dalam poin ketiga disebutkan, “Ketiga : Untuk pengadaan lembaga-lembaga pendidikan dan kemasyarakatan dalam rangka mengayomi orang-orang yang baru memeluk agama Islam, meneguhkan hati mereka di atas Islam serta merealisasikan segala sesuatu yang memungkinkan seperti menciptakan suasana tempat tinggal yang nyaman baik secara materi ataupun non materi dalam kehidupan mereka yang baru.[4]. Ini pendapat yang pertama.

Pendapat kedua, pendapat sebagian Ulama ahli kontemporer yang menyatakan tidak boleh menyalurkan sebagian zakat yang diambil dari pos al-muallafatu qulûbuhum  untuk membangun lembaga-lembaga seperti di atas.[5]

Argumen Masing-masing Pendapat
Masing-masing dari pengusung dua pendapat di atas memiliki argumen

Argumen pendapat pertama
Mereka memandang bahwa dengan menyalurkan sebagian zakat untuk mendirikan dan membuat lembaga-lembaga tersebut berarti ada upaya untuk meneguhkan dan menguatkan hati seorang Muslim dalam keislamannya. Inilah salah satu makna dan tujuan pemberian zakat kepada golongan al-muallafatu qulûbuhum.[6]

Argumen pendapat kedua

  1. Pembuatan lembaga-lembaga yang diperuntukkan untuk mengayomi para muallaf tidak memenuhi syarat sebagai tempat penyaluran zakat yang diambil dari al-muallafatu qulû Syarat yang dimaksudkan adalah at-tamlîk (kepemilikan). Artinya, lembaga-lembaga itu bukan milik para mu’allaf, padahal seharusnya zakat itu milik mereka.
  2. Dalam penyaluran sebagian zakat dari pos al-muallafatu qulûbuhum kepada lembaga-lembaga tersebut akan menyebabkan adanya tumpang tindih antara al-muallafatu qulûbuhum dengan golongan fisabîlillâh. Dan sebagaimana sudah diketahui bersama juga bahwa dalam penyaluran sebagian zakat yang diambilkan dari pos fi sabîllâh tidak disyaratkan at-tamlîk (kepemilikan). Artinya zakat itu tidak harus menjadi milik orang-orang yang sedang berperang. Dan sepertinya jika penyaluran sebagian zakat ke lembaga-lembaga tersebut di atas diambilkan dari pos fisabîlillâh itu lebih mendekati kebenaran.[7]

Pendapat Yang  Rajih
Dari uraian di atas bisa kita simpulkan bahwa pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang kedua. Yaitu tidak boleh menyalurkan sebagian zakat yang diambilkan dari pos al-muallafatu qulûbuhum ke lembaga-lembaga tersebut di atas kecuali jika syarat at-tamlîk (kepemilikan) bisa terpenuhi.

PERMASALAHAN KETIGA
Menyalurkan bagian al-muallafatu qulûbuhum pada kegiatan pengiriman para da’i, dengan tujuan memperbaiki image tentang Islam dan kaum Muslimin.

Islam sering mendapat serangan gencar dari para musuhnya yang ingin memberikan citra buruk terhadap Islam. Para musuh Islam ingin menyampaikan kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan serta agama terbelakang. Akibatnya banyak orang  tidak bisa melihat cahaya Islam, bahkan tidak sedikit orang yang baru masuk islam keluar lagi dari Islam dan kembali keagama sebelumnya, karena mereka tidak tahu dan iman mereka masih lemah.

Fakta ini menuntut dan mengharuskan kita sebagai kaum Muslimin untuk melaksanakan kewajiban dakwah kepada Allâh Azza wa Jalla, kewajiban menyampaikan agama yang benar ini kepada manusia, bersih dari syubhat-syubhat dan kebatilan-kebatilan yang dihembuskan para musuh Islam. Usaha ini termsuk dalam jenis jihad dengan lisan yang diperintahkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sebagaimana termaktub dalam hadits dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

جَاهِدُوْا الْمُشْرِكِيْنَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ

Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan harta benda kalian, jiwa-jiwa kalian dan lisan-lisan kalian[8] akan tetapi timbul pertanyaan : Bolehkah menyalurkan sebagian zakat yang diambilkan dari pos al-muallafatu qulûbuhum untuk kepentingan pengiriman para da’i, dalam rangka memperbaiki image dan citra Islam dan kaum Muslimin?

Tidak ditemukan nash dari para Ulama ahli fikih terdahulu dalam permasalahan ini, akan tetapi pembahasannya muncul dari sebagian Ulama kontemporer akhir-akhir ini. Ada dua pendapat mereka dalam masalah ini:

Pertama, boleh  menyalurkan sebagian zakat yang diambilkan dari pos al-muallafatu qulûbuhum untuk kepentingan pengiriman para da’i dalam rangka memperbaiki citra Islam.[9]

Argumentasi mereka yaitu dengan menyalurkan zakat tersebut pada kegiatan pengiriman da’i berarti kita telah membela dan menolong agama Islam. Inilah salah satu makna dan tujuan disyari’atkan pemberian zakat kepada golongan al-muallafatu qulûbuhum. .[10]

Kedua, tidak boleh  menyalurkan sebagian zakat yang diambilkan dari pos al-muallafatu qulûbuhum untuk kepentingan pengiriman para da’i dalam rangka memperbaiki citra Islam.

Alasan mereka adalah:

  1. Pengiriman para da’i untuk memperbaiki citra Islam dan kaum Muslimin yang telah dirusak para musuh tidak memenuhi syarat menjadi tempat penyaluran zakat yang diambil dari pos al-muallafatu qulû Syarat yang dimaksudkan adalah at-tamlîk (kepemilikan).
  2. Penyaluran zakat dalam rangka membela Islam berasal dari bagian golongan penerima zakat yang lain. Pos yang dimaksudkan adalah pos fi sabîlillâh, , bukan dari pos al-muallafatu qulû Masing-masing golongan penerima zakat itu memiliki hukum dan pos penyaluran tersendiri.[11]

Pendapat Yang Rajih
Berdasarkan penjelasan di atas, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat kedua, karena argumentasi mereka kuat sekaligus bisa menjawab argumentasi dari kelompok pertama.

Diakhir pembahasan kami menyebutkan beberapa aturan dalam penyaluran zakat dari pos al-mu’allafatu qulûbuhum yang ditetapkan dalam simposium permasalahan zakat kontemporer yang ketiga:

  1. Hendaknya dalam penyalurannya memperhatikan maqâshid syari’ah (tujuan-tujuan pensyariatan) dan politik syar’i, agar bisa mencapai tujuan yang diharapkan.
  2. Penyaluran hendaknya sesuai dengan kadarnya sehingga tidak merugikan golongan penerima zakat lainnya.
  3. Berhati-hati dalam menyalurkannya dalam rangka menghindari konsekuwensi yang tidak diinginkan secara syariat.[12]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XIX/1436H/2015. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]
_______
Footnote
[1] Diriwayatkan oleh Ibnu Jarîr dengan sanadnya dalam kitab tafsirnya,  6/399
[2]  Nailul Authar, 4/198
[3] Mugnil Muhtâj,  4/178
[4] Fatâwâ wa Taushiât Nadawât Qadâyâ az-Zakât al-Mu’âshirah, 54
[5] Abhâts an-Nadwah ats-Tsâlitsah li Qadâyâ az-Zakât al-Mu’âshirah, 181
[6] Ta’lîful Qulub alal Islam, 61
[7] Abhâts an-Nadwah ats-Tsâlitsah li Qadâyâ az-Zakât al-Mu’âshirah, Mashraf al-mu’allafatu qulûbuhum, 182
[8] Riwayat imam Ahmad, 3/124 dan Abu Daud, no. 2504 juga Imam an-Nasai, 3098
[9] Abhâts an-Nadwah ats-Tsâlitsah li Qadâyâ az-Zakât al-Mu’âshirah, 177
[10] Abhâts an-Nadwah ats-Tsâlitsah li Qadâyâ az-Zakât al-Mu’âshirah , 177
[11] Lihat Abhâts an-Nadwah ats-Tsâlitsah li Qadâyâ az-Zakât al-Mu’âshirah, 182
[12] Fatâwâ wa Taushiât Nadawât Qadâyâ az-Zakât al-Mu’âshirah, 45


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/5922-penerapan-pemberian-almuallafatu-qulbuhum-pada-zaman-ini.html